TARI KABASARAN
Tari Kabasaran adalah tari
perang. Mengangkat atau memuliakan perang ke dalam karya estetika, memberikan
gambaran tentang masyarakat itu sendiri.
Berperang memang diluhurkan
sebagai krida sangat mulia bagi masyarakat yang gagah berani seta kokoh membela
kebenaran dan keadilan. “Dr. A. B. Meyer”, seorang peneliti sosio- budaya
mayarakat Minahasa, dalam sebuah laporannya sampai menarik kesimpulan: Perang
adalah bagian format kebudayaan minahasa lama. Menurut salah satu tokoh
kebudayaan dari Minahasa “Jessy Wenas”, Tarian ini sebenarnya adalah tarian
sakral. Tarian ini ditarikan secara turun temurun oleh generasi penari
Kabasaran. Jika dalam upacara adat Minahasa, Kabasaran adalah prajurit adat
yang memiliki otoritas penuh dalam jalannya sebuah adat, mereka dulunya bisa
membunuh atau mengusir si jahat yang mengganggu upacara.
Dahulunya tarian ini hanya
dikeluarkan saat perayaan upacara adat di Minahasa, namun sering dengan
perkembangannya, tarian sakral inipun kini bisa ditonton publik untuk kegiatan
pariwisata. Sampai saat ini Tarian Kabasaran merupakan salah satu Tarian Sakral
di Sulawesi Utara, juga Tarian Sakral Masyarakat suku Minahasa. Tari Kabasaran
sangat akrab dalam kehidupan masyarakat Minahasa, mendapat tempat dalam acara-
acara besar seperti perkawinan, penjemputan, dan pengawalan secara adat bagi
petinggi pemerintah ataupun tokoh masyarakat.
KABASARAN MINAHASA (Wikipedia)
Tou Minahasa atau orang Minahasa
dalam sejarahnya merupakan Waraney atau kesatria- kesatria perang di tanah
Minahasa. Dulunya disebut Malesung. Tarian Kabasaran merupakan pencerminan
salah satu kebudayaan Minahasa dari masa lampau. Berperang untuk Tou Minahasa
memang merupakan suatu yang diluhurkan sebagai manusia yang gagah berani,
mempunyai semangat perjuangan, dan kebijaksanaan.
Pada awalnya Tarian Kabasaran
bernama Sakalele dan berubah menjadi Cakalele. “Sakra” berlaga dan “Lele”
berlari, berkejaran melompat- lompat. Kata Kabasaran sendiri berasal dari
bahasa Minahasa yaitu “Kawasalan”,
ini kemudian berkembang menjadi “Kabasaran”
yang merupakan gabungan dua kata “Kawasal
ni Sarian” “Kawasal” berarti
menemani dan mengikuti gerak tari, sedangkan “Sarian” adalah pemimpin perang yang memimpin tari keprajuritan
tradisional Minahasa.
Para penari dalam tarian
Kabasaran semuanya adalah lelaki, atau disebut Waraney artinya Prajurit atau Kesatria. Pemimpin dalam Tarian
adalah Tonaas Wangko artinya pemimpin
besar pasukan perang dalm hal ini nerlaku sebagai pemimpin tarian. Pada dasarnya
setiap pelaku tarian perang Kabasaran saat menari harus berwajah garang, tidak
tersenyum, dan mata melotot. Hal ini menandakan kegarangan dari paskuan perang
Kabasaran suku Minahasa di medan tempur. Pelaku tarian perang biasanya
berjumpah minimal enam (6) Waraney
dan satu(1) Tonaas Wangko. Selain itu
ada para penabuh tambor.
Kostum tarian Kabasaran pada
dasarnya, adlah tirai- tirai berwarna merah. Warnat merah dipilih karena
melambangkan keberanian sedangkan kostum yang berbentuk tirai layaknya baju
tempur perang pada jam dahulu. Penutup kepal, biasanya dihiasi dengan paruh
burung yang menjulang keatas, dulunya paruh burung tersebut adalah paruh burung
Taong dan burung Cendrawasih, disertai
dengan buluh buluhnya, ini sebagai lambang kebesaran. Pada bagian depan kostum,
biasanya terdapat beberapa tengkorak kepala, tengkorak- tengkorak tersebut
melambangkan setiap waraney atau
pasukan perang sudah pernah membunuh musuhnya di medan tempur dan kepala
musuhnya dipergunakan sebagai tanda kehebatan. Busana yang digunakan dalam
tarian ini terbuat dari kain tenun Minahasa asli dan kain “Patola”, yaitu kain
tenun merah dari Tombulu dan tidak terdapat di wilayah lainnya di Minahasa,
seperti tertulis dalam buku Alfoersche Legenden yang di tulis oleh PN. Wilken
tahun 1830, dimana kabasaran Minahasa telah memakai pakaian dasar celana dan
kemeja merah, kemudian dililit ikatan kain tenun. Dalam hal ini tiap sub-etnis
Minahasa punya cara khusus untuk mengikatkan kain tenun. Khusus Kabasaran dari
Remboken dan Pareipei, mereka lebih menyukai busana perang dan bukannya busana
upacara adat, yakni dengan memakai lumut-lumut pohon sebagai penyamaran
berperang. Sangat disayangkan bahwa sejak tahun 1950-an, kain tenun asli mulai
menghilang sehingga kabasaran Minahasa akhirnya memakai kain tenun Kalimantan
dan kain Timor karena bentuk, warna dan motifnya mirip kain tenun Minahasa
seperti : Kokerah, Tinonton, Pasolongan dan Bentenan.
Setiap penari dilengkapi dengan Santi atau pedang perang dan Kelung atau perisai untuk menangkis
serangan musuh. Pada sebagain pasukan tidak memakai Santi atau Kelung
melainkan memakai Wengko atau tombak.
Keseluruhan kostum dalam tarian perang Kabasaran, setiap orang yang memakai
akan merasa dan terlihat gagah layaknya seorang Waraney yang penuh dengan keberanian dan siap untuk bertempur. Tarian
Kabasaran selalu di iringi dengan tambor, alat musik yang dipukul. Tambor
dipergunakan untuk menambah semangat dari pasukan saat berperang atau saat
melakukan tarian perang.
Dalam tarian perang Kabasaran
mempunyai aba-aba dari Tonaas Wangko serta
pekikan semangat yang diteriakan oleh seluruh Waraney dan Tonaas
Wangko. Pada saat tarian perang Kabasaran baru akan dimulai, Tonaas Wangko akan memberi aba-aba Masaruan artinya berhadapan, wangunan kelung wo santi artinya
angkat pedang dan perisai, Makasampe artinya
berdekatan, melompat kecil dua langkah kedepan dan saling mempertemukan
perisai, sampai pada aba-aba ini penari perang Kabasaran terbagi dalam dua
barisan yang berhadapan dan saling mengangkat pedang dan perisai. Tumbalan Kelung artinya turunkan
perisai, aba-aba ini biasanya disertai dengan Sumiki artinya menghormat, memberikan penghormatan kepada lawan,
hal ini melambangkan kejantanan seorang Waraney. Adapun hormat yang diberikan kepada orang besar tetap
memakai aba-aba Sumiki. Berikut
aba- aba Rumenday artinya
kembali pada posis semula. Retaan
kelung wo santi artinya menaruh perisai dan pedang, biasanya aba-aba ini,
pada bagian Waraney akan
menari tanpa pedang dan perisai. Timboyan
kelung wo santi artinya mengambil perisai dan pedang.Mareng tampa artinya pulang atau
kembali ketempat semula. Semua aba-aba di atas diiringi dengan ketukan tambor
dua kali.
Tonaas Wangko akan mengeluarkan aba-aba cakalele untuk
adanya tarian perang saling berhadap-hadappan, saat aba-aba tersebut diteriakan
maka penari akan dengan garang menari mengunakan pedang dan perisai, seakan
saling menyerang. Tambor manari dan tambor maleyonda aba-aba ini akan mengisyaratkan para Waraney untuk melakukan tarian
dengan tidak mengunakan pedang dan perisai. Pada setiap aba-aba tersebut selain
diikuti dengan suara ketukan tambor dua kali, diikuti juga dengan teriakan dari
para Waraney.
Saat sudah mulai menari Tonaas Wangko akan mengeluarkan
teriakan I Yayat U Santi sebanyak
tiga kali, artinya angkat pedang untuk perang, lalu akan dibalas oleh para waraney denga teriakan yang penuh
semangat dan mengelegar. Teriakan itu akan menumbuhkan gejolak emosi dan rasa
keberanian yang tinggi terhadap para waraney. Selain itu Waraney juga akan mengeluarkan
teriakan-teriakan tuama, nyaku tuama, artinya
saya laki-laki. Tetapi pengertian “Tuama” dalm
bahasa Minahasa bukan hanya sekadar lakai-laki melainkan seorang laki-laki yang
penuh dengan keberanian, kebijaksanaan, cerdas, mempunyai jiwa kepemimpinan,
dan pantang menyerah.
Tarian ini umumnya terdiri dari
tiga babak yang terdiri dari:
1. Cakalele
Yang berasal dari kata saka yang artinya berlaga, dan lele artinya berkejaran melompat
lompat. Babak ini dulunya ditarikan ketika para prajurit akan pergi berperang
atau sekembalinya dari perang, babak ini menunjukkan keganasan berperang mereka
pada tamu agung, serta untuk memberikan rasa aman pada tamu agung yang datang
berkunjung, dimana mereka bisa membuat setan takut mengganggu tamu agung dari
pengawalan penari Kabasaran.
2. Kumoyak
Yang berasal dari kata koyak artinya, mengayunkan senjata
tajam pedang atau tombak turun naik, maju mundur untuk menenteramkan diri dari
rasa amarah ketika berperang. Kata koyak sendiri,
bisa berarti membujuk roh dari pihak musuh atau lawan yang telah dibunuh dalam
peperangan.
3. Lalaya an
Pada bagian ini para penari
menari bebas riang gembira melepaskan diri dari rasa berang, dibabak ini para
penari bisa berekspresi riang, dibanding dua babak sebelumnya yang
mengaharuskan mereka berwajah garang tanpa senyum.
berikut adalah gambar kelompok Penari Tarian Kabasaran yang diperankan oleh Organisasi Sanggar Seni Tou Rinembok kecamatan Remboken.
betokoaguow blogspot
REFERENSI:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar